Senin, 17 Maret 2008

Branching Story

Hai-hai…Gimana, sudah baca bagian pertama dari novel “Jalan Kaki” kan?? I hope you enjoy it…Kalo anda belum menemukan rasa enjoy ketika membacanya, kusaranin membacanya dengan irama (ritme) dan tempo yang agak cepat. Sebab memang kalau dibaca agak lambat, kesan serta kekuatan dari semua hasil karya saya akan kurang terlihat. Tapi jika dibaca dengan tempo agak cepat dan dengan ritme teratur, maka baru nampak kekuatan gaya bahasanya….(Halah !! Opo tho yo…^^)

Setiap novel (dan juga termasuk semua cerita, termasuk film, sinetron, dan drama) biasanya memiliki alur atau runtutan cerita sendiri-sendiri. Hal ini sangat bergantung pada pengarangnya, mau dibawa kemana cerita itu. Dan para pembaca hanyalah tinggal ikut saja. Seringkali hal inilah yang membuat para pembaca kecewa dengan proses dan atau ending dari kisah tersebut. Tapi apa mau dikata…sebab memang itulah keinginan dari si pengarang cerita.

Saya sangat memahami hal tersebut. Dan oleh karena itu, berinisiatif akan membuat branching dari semua cerita-cerita yang saya buat. Mudah-mudahan melalui cara ini, keinginan para pengunjung blog saya ini untuk mendapatkan ending yang diinginkan bisa terwujud.

Cara saya seperti ini juga sekaligus menandakan bahwa sebuah cerita dalam novel, drama, film, atau sinetron itu sama saja dengan cerita dalam game. Yaitu memiliki multi ending. Dan untuk menuju ke ending yang berbeda, maka alur dan plotnya pun pasti berbeda-beda di bagian pertengahannya…Itulah yang saya namakan branching (pencabangan).

Ya mudah-mudahan para pengunjung blog akan memahami maksud saya ini…Tapi kalo masih tidak paham ya wajar aja. Soalnya aku sendiri kurang paham, karena cuma nulis apa yang ada di otak saja. Hehehehe….

Gomen OOT :jiit:

Okay, happy continue surfing ^^

Slive

Minggu, 16 Maret 2008

Jalan Kaki (bagian pertama)

Hari semakin gelap. Matahari telah kembali ke peraduannya. Pandanganku mulai meredup. Kulihat di sekelilingku, lalu lintas tetap ramai. Sorot lampu mobil dan motor berlari-lari ke sana kemari. Tak ada satu orangpun pejalan kaki di sekelilingku. Tapi itu tidak membuatku merasa kesepian. Senandung penyanyi pop terkenal kulantunkan dengan mantap. Aku merasa capek tapi bahagia. Aku berhasil menyelesaikan tantangan yang kubuat sendiri. Sesekali kulambaikan tangan ku ke kiri dan ke kanan. Bak seorang penyanyi konser yang sedang beraksi di atas panggung. Beberapa kendaraan yang melintasiku berhenti karena lampu merah. Kepala mereka melongok ke luar jendela. "Kau tidak akan bisa merasakan kebahagiaan yang kurasakan saat ini!", teriakku dalam hati. Mereka tersenyum-senyum sendiri. Pasti mereka pikir aku sudah gila. Di tengah serba ketidakpastian yang melanda negara ini, bagaimana mungkin bisa ada orang yang segembira itu. Pasti itulah yang ada di benak mereka. Tidak! Merekalah yang berpotensi gila! Sebab mereka selalu membawa persoalan hidup mereka setiap harinya. Kalo aku? Selalu berusaha kulepaskan di malam harinya. Entah dengan bernyanyi atau dengan menulis. Yang jelas nggak pernah dengan cerita ke orang lain. Memang aku punya siapa? Orang tua? Mereka terlalu sibuk bekerja! Teman? Mereka hanya ada di saat aku senang! Satu-satunya orang yang bisa kupercaya hanyalah diriku sendiri. Dan tentu saja sebuah kotak berlayar, tempatku mencurahkan semua isi hatiku lewat tulisan.

Kulihat jam tanganku. Sudah menunjukkan pukul 18.45. Kakiku mulai nggak bisa diajak kompromi. Padahal sudah separuh jalan. Nggak! Nggak boleh aku nyerah begitu aja! Perempatan momok sudah kulewati. Tinggal jalan lurus aja untuk menuju ke rumahku. Aku nggak boleh naik kendaraan umum. Apalagi sampe nelpon pak supir minta jemput. Tapi kalo cuma berhenti sebentar kan boleh aja. Lagian aku haus. Aku nggak mau pingsan di jalan karena kehausan. Kulihat dari kejauhan, ada sorot lampu petromak. Ah! Bagus! Ada warung! Aku berjalan beberapa langkah menuju sorot lampu. Berhenti di depan warung, dan minta teh botol, minuman favoritku. Ahh....lega banget. Setelah bayar minuman, aku kembali melanjutkan perjalanan. Dan sepuluh menit kemudian aku sampai di rumah. Bibi membukakan pintu pagar. "Tadi naik angkot, non?", tanya bibi. "Nggak bik! Aku jalan kaki dari sekolah tadi.". Bibi keheranan. Aku langsung nyelonong masuk, sambil ninggalin bibi yang masih melongo takjub sekaligus nggak percaya. Ruang keluarga masih kosong. Berarti papi mami belum pulang. Kalau sudah pulang biasanya papi mami duduk santai di sofa ruang keluarga, sambil baca koran yang nggak sempat dibaca pagi hari. "Non Silvi, makan malem udah bibi siapin di meja.", teriak bibi dari dapur. Aku nggak memperdulikan si bibi ngomong apa. Langsung aja aku naik ke atas, menuju kamarku. Di kamar, aku tiduran sebentar. Nggak sampai 20 menit, aku kebangun. Badan capek. Kaki pegel. Langsung kuseret handuk di jemuran dan bergegas ke kamar mandi. Di kamar mandi, aku melanjutkan euforiaku. Sambil lagi-lagi bergaya bak Mai Kuraki, penyanyi idolaku, yang sedang konser.

Selesai mandi, aku ke ruang makan sebentar. Ngintip ada apa di balik tutupan meja makan. Ada ayam goreng, sayur asem, sama sambal. Bah! Lagi-lagi bibik masaknya ndak mutu, pikirku. Tapi daripada kelaparan, aku nurut aja. Habis makan aku bergegas kembali ke kamar. Pas menuju kamar, aku dengar suara papi sama mami di bawah, baru pulang. Ah! Aku males turun! Lagian aku masih kesel gara-gara aku nggak dijemput tadi pulang sekolah. Perjalanan ke kamar berlanjut. Di kamar, aku nelpon Mitha, teman sebangkuku. Kita ngoborol-ngobrol di telpon cukup lama. Di telpon aku menceritakan bagaimana aku berhasil menyelesaikan tantanganku yang kubuat sendiri, jalan kaki dari sekolah sampai ke rumah. Mitha takjub sekaligus nggak percaya. Dia ngasih applause buat aku. Aku jadi geer sendiri. Terus aku bilang ke dia, besok pagi aku mau coba jalan dari rumah sampai ke sekolah. Supaya tantanganku sempurna jadinya. Mitha sempat ngelarang. Katanya dia takut satu kelas jadi bau keringatku. Nggak mungkin, kataku. Aku nanti bakalan bawa deodoran sama parfum buat nutupin bau keringat. Mitha akhirnya nyerah juga. Dia tau kalau aku orangnya keras kepala. Kuakhiri pembicaraanku dengan sahabatku di telpon dengan ucapan selamat malam. Lalu kututup telponnya perlahan-lahan.

Jam di HP baru menunjukkan pukul 4.30 pagi, tapi alarm sudah berbunyi. Sengaja kupasang dengan suara yang agak lembut, supaya nggak membangunkan yang lain. Suara alarmku, lagunya Mai Kuraki yang Secret of My Heart versi piano. Sengaja kurekam sebulan lalu, dan kusetel jadi alarm. Cuma dengan cara ini aku bisa kebangun.

Sambil mengendap-ngendap aku mengambil handuk di jemuran, terus mandi. Aku mandi sambil lagi-lagi menirukan gaya Kuraki Mai yang lagi konser. Selesai mandi, aku cepat-cepat berpakaian. Kutengok jam dinding. Masih jam 5.15. Aku ke meja makan, dan melihat sarapan sudah siap di atas meja. Aku memang sengaja bilang ke bibi tentang rencanaku mau berangkat sekolah jalan kaki pagi ini. Aku juga sudah pesan ke bibi supaya bilang ke papi mami kalau aku berangkat pagi bareng Mitha karena ada jadwal piket. Sekarang sudah jam 5.25. Berarti aku masih punya waktu 35 menit lagi sebelum pelajaran tambahan dimulai, tepat jam 06.00 pagi.

Aku keluar rumah secara perlahan-lahan. Bibi membuntutiku dari belakang. Dia ikut membantu membukakan pagar. Kalau dua orang yang buka suaranya bisa lebih pelan. Apalagi tadi malem aku sudah suruh bibi untuk memberi minyak supaya pagarnya nggak seret waktu dibuka. Kalau seret bisa menimbulkan suara yang keras dan nggak enak. Kalao sudah begitu, rencanaku bisa ketahuan.

Rencana awal berjalan mulus. Aku sudah di luar pagar. Segera kusongsong jalan setapak menuju ke depan komplek. Kusapa pak satpam penjaga komplek, sambil mengingatkan perjanjian kami tadi malam. Selain bibi, pak Satpam juga sudah kusogok. Supaya kalo mami papi nanya tentang aku, bilang aku tadi pagi berangkat sama Mitha.

Aku sudah sekitar 10 langkah menjauhi gerbang komplek. Sambil jalan, kuhirup udara pagi yang segar. Hmm….kalau nggak jalan kaki nggak mungkin bisa merasakan yang kaya begini, pikirku. Jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 5.35 pagi. Gawat!! Tinggal 25 menit lagi. Kupercepat langkah kakiku. Sebentar, kembali kukurangi jangkauan langkah kakiku. Sambil mengatur nafas, sambil bersenandung dalam hati. Kali ini lagunya Kuraki Mai yang Stay by My Side. Lagu itu kusenandungkan seperti doa. Supaya Tuhan keep stay by my side. Tentu saja syairnya sedikit kurubah.

Dua menit lamanya aku berjalan agak santai. Setelah itu kembali kupercepat ayunan langkah kakiku. Jangkauannya pun kutambah. Dengan begini aku bisa sampai tepat waktu. Jam sudah menunjukkan pukul 5.45. Perempatannya saja belum terlihat. Begini caranya aku bisa terlambat nich. Langkah kakiku semakin kupercepat. Kini aku sedang dalam tahap tiga per empat lari. Akhirnya sampai juga di perempatan. Masih ada 10 menit. Perempatan masih sepi. Langsung saja kuseberangi....

(To be Continued)

Synopsis : Jalan Kaki

Silvia Prameshwari adalah anak dari pasangan pengusaha kaya, Anton Budiman dan Widya. Murid kelas X di sebuah SMU Swasta terkenal, SMU Merah Delima. Sifatnya yang manja dan kerasa kepala memang diilhami karena selama ini ia adalah anak tunggal orang tuanya. Awalnya perhatian papi maminya tercurah sepenuhnya kepadanya. Namun sejak bisnis konveksi dan butik ortu-nya berkembang secara pesat, perhatian kedua orangtuanya terhadap dirinya mulai perlahan-lahan berkurang. Terutama ibunya, yang belekangan ikut membantu ayahnya dalam usaha bisnis mereka. Hal ini yang membuat Silvi kesal, dan lebih sering curhat mengenai kekesalannya kepada "kotak berlayar" kesayangannya.

Di sekolah ia tidak memiliki teman yang sangat akrab. Sikap teman-temannya yang sering tidak seseuai dengan harapannya membuatnya lebih mempercayai benda-benda kesayangannya untuk diajak curhat. Satu-satunya teman yang paling sering diajak curhat dan menumpahkan masalahnya adalah teman sebangkunya, Mitha. Meski menurut dia, sebenarnya Mitha sendiri terkadang sering tidak memperhatikan ketika diajak ngobrol. Namun paling tidak, sampai saat ini Mitha tidak atau belum pernah mengkhianatinya.

Pacar? Jangankan memiliki pacar, ada teman pria yang mendekati dirinya pun dia sering curiga. Meski sering dipanas-panasi teman-temannya karena belum memiliki pacar, Silvi tetap cuek. Meski manja dan keras kepala, tapi SIlvi punya pendirian kuat dan tidak suka ikut-ikutan orang lain. Termasuk dalam hal berpacaran. Kalau dia memang belum kepingin, kenapa dia harus berusaha nyari. Begitu pikirnya.

Setiap hari, Silvi selalu berangkat dan pulang sekolah dengan diantar jemput mobil oleh supirnya. Dia sering ngomel-ngomelin supirnya kalau terlambat jemput, meski cuma lima menit aja. Dari dulu dia nggak pernah berpikiran buat pulang pergi naik kendaraan umum, apalagi dengan jalan kaki. Tapi semua itu berubah. terutama sejak ibunya ikut mengurusi bisnis yang dijalankan ayahnya. Ia jadi agak males buru-buru pulang ke rumah. Karena orang yang selama ini ia sering ajak curhat, yakni ibunya, kini jarang ada di rumah. Suatu sore, pulang dari ekskul di sekolahnya, ia mendapati bahwa supirnya tidak menjemputnya. Ternyata semua supirnya sedang dipakai oleh orang tuanya dalam keperluan bisnis. Maminya sudah sms siangnya supaya Silvi pulang bareng temennya atau naik angkot. Toh angkot sangat mudah dijangkau dari sekolahnya dan jalurnya melewati komplek perumahannya. Silvi jadi kesal, karena ia sendiri baru membaca SMS sore harinya. Pada saat itu, teman-temannya sudah pulang seluruhnya, dan angkot sudah jarang kalau sore. Dia lalu memutuskan buat nekat jalan kaki sampai ke rumahnya. Sekalian ini jadi tantangan buat dia. Tapi baru sampai perempatan yang berjarak tempuh 10 menit dengan mobil, dia kebingungan. Sudah malam dan gelap. Dia nggak biasa keluar malam jadinya kesulitan menyeberang di perempatan ramai. Akhirnya dia mutusin buat nunggu angkot yang lewat dan kemudia naik angkot sampai depan komplek perumahannya. Dia merasa menyesal karena gagal menyelesaikan tantangannya. Keesokan harinya dia ceritakan hal ini kepada semi-soulmatenya, Mitha. Tapi Mitha malah tertawa-tawa dan mengatakan, sulit dipercaya kalao anak seperti kamu bisa jalan kaki dari sekolah sampai ke rumah. Mitha malah meminta semi-soulmatenya itu untuk membatalkan niatnya karena khawatir. Tapi semakin dilarang dia malah semakin kepingin mencoba. Dan keesokan siangnya dia berhasil melakukannya. Ini juga karena pak supirnya pada hari itu lagi-lagi dipakai ortunya buat keperluan bisnis. Jadi selain niat, situasi amat mendukung, karena dari pagi, oleh maminya dia disuruh pulang sama Mitha atau naik angkot kaya kemarin.

Keberhasilan Silvi menyelesaikan tantangannya yang sempat tertunda membuat dia sangat senang dan bangga. Dan tentu saja membuat ketagihan. Ternyata banyak sekali hal-hal yang terlewatkan selama perjalanan antara rumah dan sekolahnya. Begitu pikirnya. Sejak itulah dia mulai jadi pemberani, dan nggak curigaan lagi terhadap orang lain. Yap, karena selama dia berjalan kaki sepulang sekolah, bayangannya karena takut diganggu preman atau dijahatin orang di jalan tidak (atau seenggaknya belum) terwujud menjadi kenyataan.

Apakah benar perjalanan Silvi bakal terus selancar seperti ketika dia berhasil menyelesaikan tantangannya pertama kali??

Ikuti saja ceritanya!!

Komentar Anda

Silahkan beri kritik, saran, atau pujian terhadap blog ini melalui komen di post ini…

Slive : Sebuah Pengantar

Entah kenapa saya memutuskan untuk membuat juga blog ini…Blog yang saya khusukan sebagai tempat posting cerbas (cerita bebas) – cerbas yang saya buat.

Bukan karena ikut-ikutan orang pada bikin blog, atau juga bukan karena pengen terkenal. Tapi sejujurnya saya nulis blog ini, dan juga termasuk nulis-nulis cerita ini karena cuma iseng aja. Meski studi berat dan kerja juga berat, tapi tetep begitu banyak waktu luang yang saya miliki, terutama selama di rumah.

Cerita-cerita yang saya tulis sebenernya sih sangat sederhana. Selalu berorientasi dari pengalaman pribadi, yang saya kembangkan sendiri. Selain itu semua inspirasi dan ide-ide cerita saya dapet dari lantai dua rumah saya.

Di tempat itu saya menghabiskan hampir separuh hari saya buat muter-muter ndak jelas, yang ujung-ujungnya malah memunculkan sebuah gagasan yang akhirnya bisa terlukis menjadi cerita-cerita ini.

Dan uniknya lagi saya nulisnya dengan gaya bahasa yang tidak seperti kebanyakan penulis lain. Saya sengaja buat sedemikian rupa sesuai selera saya. Maka kalo banyak yang mengatakan aneh maklum aja ^^…

Selain cerita-cerita bebas seperti yang sudah saya sebutkan di atas tadi, blog ini juga berisi tentang analisis dan pengalaman pribadi saya, meski porsinya tidak akan banyak…

Akhir kata saya harap anda bisa menikmati kunjungan anda di blog saya ini. Jika ada kritik dan saran seputar blog saya, silahkan tinggalin komen di posting yang berjudul “Komentar Anda”. Atau jika anda ingin nyapa-nyapa or kirim-kirim salam silahkan pergunakan Shout Box yang ada di bagian kanan layar monitor anda…

Saya ndak pandai membuat kata pembuka begitu pun kata penutupnya…..jadi langsung aja saya akhiri

Happy Enjoy Your Surfing ^^

(Slive)