Minggu, 16 Maret 2008

Synopsis : Jalan Kaki

Silvia Prameshwari adalah anak dari pasangan pengusaha kaya, Anton Budiman dan Widya. Murid kelas X di sebuah SMU Swasta terkenal, SMU Merah Delima. Sifatnya yang manja dan kerasa kepala memang diilhami karena selama ini ia adalah anak tunggal orang tuanya. Awalnya perhatian papi maminya tercurah sepenuhnya kepadanya. Namun sejak bisnis konveksi dan butik ortu-nya berkembang secara pesat, perhatian kedua orangtuanya terhadap dirinya mulai perlahan-lahan berkurang. Terutama ibunya, yang belekangan ikut membantu ayahnya dalam usaha bisnis mereka. Hal ini yang membuat Silvi kesal, dan lebih sering curhat mengenai kekesalannya kepada "kotak berlayar" kesayangannya.

Di sekolah ia tidak memiliki teman yang sangat akrab. Sikap teman-temannya yang sering tidak seseuai dengan harapannya membuatnya lebih mempercayai benda-benda kesayangannya untuk diajak curhat. Satu-satunya teman yang paling sering diajak curhat dan menumpahkan masalahnya adalah teman sebangkunya, Mitha. Meski menurut dia, sebenarnya Mitha sendiri terkadang sering tidak memperhatikan ketika diajak ngobrol. Namun paling tidak, sampai saat ini Mitha tidak atau belum pernah mengkhianatinya.

Pacar? Jangankan memiliki pacar, ada teman pria yang mendekati dirinya pun dia sering curiga. Meski sering dipanas-panasi teman-temannya karena belum memiliki pacar, Silvi tetap cuek. Meski manja dan keras kepala, tapi SIlvi punya pendirian kuat dan tidak suka ikut-ikutan orang lain. Termasuk dalam hal berpacaran. Kalau dia memang belum kepingin, kenapa dia harus berusaha nyari. Begitu pikirnya.

Setiap hari, Silvi selalu berangkat dan pulang sekolah dengan diantar jemput mobil oleh supirnya. Dia sering ngomel-ngomelin supirnya kalau terlambat jemput, meski cuma lima menit aja. Dari dulu dia nggak pernah berpikiran buat pulang pergi naik kendaraan umum, apalagi dengan jalan kaki. Tapi semua itu berubah. terutama sejak ibunya ikut mengurusi bisnis yang dijalankan ayahnya. Ia jadi agak males buru-buru pulang ke rumah. Karena orang yang selama ini ia sering ajak curhat, yakni ibunya, kini jarang ada di rumah. Suatu sore, pulang dari ekskul di sekolahnya, ia mendapati bahwa supirnya tidak menjemputnya. Ternyata semua supirnya sedang dipakai oleh orang tuanya dalam keperluan bisnis. Maminya sudah sms siangnya supaya Silvi pulang bareng temennya atau naik angkot. Toh angkot sangat mudah dijangkau dari sekolahnya dan jalurnya melewati komplek perumahannya. Silvi jadi kesal, karena ia sendiri baru membaca SMS sore harinya. Pada saat itu, teman-temannya sudah pulang seluruhnya, dan angkot sudah jarang kalau sore. Dia lalu memutuskan buat nekat jalan kaki sampai ke rumahnya. Sekalian ini jadi tantangan buat dia. Tapi baru sampai perempatan yang berjarak tempuh 10 menit dengan mobil, dia kebingungan. Sudah malam dan gelap. Dia nggak biasa keluar malam jadinya kesulitan menyeberang di perempatan ramai. Akhirnya dia mutusin buat nunggu angkot yang lewat dan kemudia naik angkot sampai depan komplek perumahannya. Dia merasa menyesal karena gagal menyelesaikan tantangannya. Keesokan harinya dia ceritakan hal ini kepada semi-soulmatenya, Mitha. Tapi Mitha malah tertawa-tawa dan mengatakan, sulit dipercaya kalao anak seperti kamu bisa jalan kaki dari sekolah sampai ke rumah. Mitha malah meminta semi-soulmatenya itu untuk membatalkan niatnya karena khawatir. Tapi semakin dilarang dia malah semakin kepingin mencoba. Dan keesokan siangnya dia berhasil melakukannya. Ini juga karena pak supirnya pada hari itu lagi-lagi dipakai ortunya buat keperluan bisnis. Jadi selain niat, situasi amat mendukung, karena dari pagi, oleh maminya dia disuruh pulang sama Mitha atau naik angkot kaya kemarin.

Keberhasilan Silvi menyelesaikan tantangannya yang sempat tertunda membuat dia sangat senang dan bangga. Dan tentu saja membuat ketagihan. Ternyata banyak sekali hal-hal yang terlewatkan selama perjalanan antara rumah dan sekolahnya. Begitu pikirnya. Sejak itulah dia mulai jadi pemberani, dan nggak curigaan lagi terhadap orang lain. Yap, karena selama dia berjalan kaki sepulang sekolah, bayangannya karena takut diganggu preman atau dijahatin orang di jalan tidak (atau seenggaknya belum) terwujud menjadi kenyataan.

Apakah benar perjalanan Silvi bakal terus selancar seperti ketika dia berhasil menyelesaikan tantangannya pertama kali??

Ikuti saja ceritanya!!

Tidak ada komentar: