Senin, 25 Oktober 2010

Romance Over The Board (A New Chapter) Episode 1 - 4

Episode 1 : Kekalahan yang Memalukan

GO GO KAKU*….

Kata-kata itu yang terus terngiang-ngiang di benakku hingga saat ini. Tidak pernah kubayangkan sebelumnya, hanya karena langkah yang sederhana seperti itu aku harus takluk pada gadis yang selama ini aku anggap remeh. Bagaimana aku tidak meremehkan dia? DOU HISHA* ku dibalasnya dengan HACHI HACHI GIN* dan membuatku yang selama ini sangat dikagumi banyak orang karena kejeniusanku, sekarang harus menanggung cemoohan dan hinaan karena aku takluk pada seorang gadis yang tidak terkenal sepertinya.

“Sensei sepertinya sedang mengalah tuh. Daijobu*, daijobu.”

“Bahkan seorang sekaliber dewa Shogi pun pasti pernah melakukan kesalahan. Nobody perfect.”

“Sensei sekalipun dia terlihat kelelahan, tapi tetap saja bermain bagus.”

Kalimat-kalimat menghibur yang terlontar dari ratusan bibir orang-orang yang turut menyaksikan kekalahan tragisku, bagiku serasa sebuah ejekan. Tiap orang memang bisa memiliki persepsi berbeda dari tiap kalimat. Separuh jiwaku serasa tenang karena masih banyak orang yang mempercayakan pengajaran Shogi kepadaku. Tapi separuh jiwaku yang lain tetap merasa tidak tenang. Sekalipun hanya sekali, sebuah kekalahan akan tetap diingat seumur hidup, terutama bagi orang yang kalah itu.

Satu minggu berlalu sudah sejak kekalahan tragisku.

Minggu, 25 Oktober 2015

Seperti Minggu biasanya, aku pergi beribadah bersama istriku pukul 06.00 pagi. Tidak banyak hal baru yang kudengar di sana. Seperti biasa, hanya cuap-cuap sang pengkotbah yang intinya sama seperti minggu-minggu sebelumnya. Tingkatkan iman, cintai Tuhan, cintai sesama, begitulah…..Aku lebih memilih menyibukkan diri facebookan dari BB murahanku, sambil tetap mendengar ceramah sang pengkotbah tentunya, walau hanya samar-samar.

Selesai ibadah aku dan istriku tidak lekas pulang ke rumah dan lebih memilih menikmati sarapan pagi di kantin Gereja kami.

“Pah, mama lagi pengen makan sate **b* nich. Kita sarapan di kantin yuk. Sekalian ngobrol-ngobrol sama jemaat-jemaat yang laen.”

Begitulah ajakan istriku, yang pastinya bakalan ngambek kalo aku tolak. Makanya, walaupun aku terpaksa tapi tetap saja aku turuti permintaan istriku. Dan walaupun istriku tau aku mengiyakan ajakannya dengan terpaksa, tapi tetap saja dia tidak kasian padaku dan mengurungkan ajakannya.

“Halo Pak Novan, apa kabar? Saya dengar anda kalah dari seorang gadis ya minggu lalu? Pasti anda mengalah supaya semangat gadis itu untuk bermain Shogi tetap tinggi kan? Anda Mulia sekali ya… ^^”

Ya Tuhan…..itu lagi yang dibahas T_T

(To be Continued)

*Go Go Kaku = Kaku / Bishop ke petak 5-5
*Dou Hisha = capture piece lawan yang baru saja dimainkan dengan Hisha
*Hachi-hachi Gin = Gin / Silver ke petak 8-8
*Daijobu = tidak apa-apa / tidak masalah / no problem


Episode 2 : Istriku

Daripada menjawab sebuah pertanyaan yang menurutku lebih cocok dikatakan sebagai ejekan, lebih baik aku duluan ke mobil, meninggalkan istriku yang masih asyik dengan teman-temannya. Entah ngobrol entah menggosip, atau bahkan mungkin saja menggosipkan suaminya sendiri karena sudah kalah memalukan.

Istriku sama seperti kebanyakan orang-orang lain. Dia sangat mendukung aku dalam hal Shogi karena selama ini aku selalu bisa bawa uang yang banyak buat dia, hasil dari kemenanganku di tiap turnamen atau mengajar. Bagi dia proses menjadi seorang Master Shogi, latihan untuk terus berkembang dan semakin menjadi kuat bukanlah hal yang penting. Jelas dia tidak peduli bagaimana susah payahku waktu masih muda dulu untuk berlatih Shogi setiap hari hanya demi bisa menjadi kuat dan membuat orang lain menjadi kuat. Yang penting aku bisa membawa uang banyak setiap kali pulang, tidak peduli dari menang turnamen atau hasil dari mengajar. Anda mungkin tidak mau membayangkan bagaimana akan mengomelnya istriku kalau aku pulang hanya dengan tangan hampa. Ya begitulah istriku. Salah pilih atau tidak, bagaimanapun dia tetap istri yang sudah aku pilih sebagai pendamping hidupku. Aku tidak menyesal sama sekali telah menikahinya.

Lima menit sudah aku menanti istriku di mobil, tapi tidak juga dia menyusulku ke mobil. Maka kuputuskan untuk menelponnya.

“Halo Ma! Papa sudah tunggu di mobil nich! Ayo dong buruan, Papa kebelet pipis nih!”, kataku mencari-cari alasan supaya istriku cepat kembali ke mobil.

“Iya Pa! Bentar, ini lagi dicariin kembalian!”
“Aduh! Emang berapa sich kembaliannya!? Udah ikhlasin aja! Itung-itung sekalian kita nyumbang ke mereka juga kan!?”
“Ya gak bisa gitu dong Pah! Itu kan rejeki kita! Papa mesti belajar menghargai pemberian Tuhan dong! Biar kata cuma seratus perak patut disukuri!”

“What the…..seratus perak pun masih saja dikejar. Dasar hamba uang!”, makiku dalam hati.
Akhirnya aku kembali ke kantin Gereja sambil memasang muka yang cemberut dan menggerutu. Istriku yang melihat mukaku yang cemberut hanya bisa memberikan senyuman dan kedipan mata. Wah aku tau artinya itu. Istriku mengajakku main Shogi habis ini.

Meskipun istriku tidak terlalu suka dengan Shogi dan mendukungku hanya karena aku selalu bawa uang banyak dari Shogi, tapi setidaknya dia masih mau menyempatkan diri berlatih hanya demi bisa menyenangkan hatiku. Walaupun aku tau dia berlatih Shogi bukan untuk mendalami Shogi tapi hanya agar bisa bermain bersamaku. Kadang di saat aku sedang kesal dan mangkel, “membantai” istriku dalam permainan Shogi adalah obat yang mujarab untuk mengembalikan moodku. Anda mungkin akan menilai saya tidak berperikemanusiaan. Tapi setidaknya istriku tidak pernah mengeluh soal itu kepadaku. Tidak, secara lisan.

Episode 3 : Adam Iskandar Kisei

Hari Minggu siang yang panas. Sebenarnya aku ingin menagih janji istriku yang katanya ingin melayaniku dengan bermain Shogi melawanku, namun entah kenapa aku lebih memilih untuk ke klub saja bermain melawan yang jauh lebih tangguh dari istriku. Ketika aku mengutarakan niatku untuk ke klub dan membatalkan janji main shogi berdua, kulihat ekspresi istriku biasa-biasa saja. Tidak ada kesan sedih atau kesal. Tandanya dia hanya ingin menyenangkanku saja dan bukan niat bermain dengan tulus.

Sempat terpikir beberapa kali olehku untuk menceraikan dia. Tapi aku tidak mau media jadi heboh karena persoalan ini. Akhirnya kuurungkan saja niatku untuk menceraikan dia. Sadis bukan? Ya biarlah, itulah resiko kalau menikah karena dipaksa.

“Hohoho! Sang master telah tiba!”, begitulah sambutan Awaludin sang pemilik klub begitu melihatku tiba.

“Apa kabar?”, tanyanya ramah.
“Baik!”, jawabku dengan ketus.

Tanpa mempedulikan ekspresi wajah sang pemilik klub yang sedikit kecewa dengan jawaban ketusku, akupun langsung melangkah masuk lebih dalam ke klub sambil mencari-cari lawan bertanding.

Dari kejauhan kulihat di meja nomor 36 sesosok makhluk yang sudah tidak asing lagi sedang bermain sendiri. Dia adalah Adam Iskandar Kisei, yang akrab dipanggil Dracoleugen. Sudah pasti dia sedang menanti lawan, namun apakah dia menyangka aku yang akan menjadi lawannya hari ini?

“Dam!!”
“Oh tidak!! Salip!!!! Tidak kusangka lawanku hari ini Salip! Meijin yang kalah dari seorang gadis!”

S....sial orang ini. Tidak hanya karena dia masih saja memanggilku dengan Salip yang diadaptasi dari nama Slippe, usernameku di forum Shogi Internasional, tapi karena dia selalu saja mengungkit-ungkit kekalahanku dari gadis misterius itu.

“Mau main!?”, tanyaku dengan muka yang agak ketus.
“Pasti! Aku akan kalahkan kamu kali ini! Supaya media berfikir bahwa kekalahanmu dari gadis misterius itu jadi virus dan menyebabkan kamu kalah beruntun di pertandingan-pertandingan berikutnya! Fufufufu!!!”

Tanpa banyak basa-basi lagi kutarik kursi dan duduk lalu mulai menyusun bidak Shogi ke posisi awal.
Selalu saja rasa damai ini menyergapku entah dari mana. Rasa damai ini selalu kurasakan setiap kali aku mendengar suara bidak Shogi yang bertatap dengan papan. Jernih sekali suaranya. Bagiku kejernihan suara ini mampu mengusir rasa kesal dan emosiku serta mampu mengobati kekecewaan-kekecewaanku selama ini. Suara bidak Shogi juga mampu mengembalikan moodku yang sering tidak stabil apabila sedang bosan.

Episode 4 : Amadea

Saat aku hendak melangkahkan bidakku pada langkah pertama, tiba-tiba aku merasa ada sosok yang tidak asing lagi berdiri di belakangku. Gadis itu!! Gadis misterius yang sudah mengalahkanku minggu lalu itu sedang berdiri di belakangku menatap ke arah papan permainan kami!

“K….kau!!”
“Amadea. Namaku Amadea. Panggil saja aku Dea….”, ujarnya setengah berbisik di telingaku.

Entah kenapa ada yang aneh dengan gadis ini. Ini adalah pertemuan kedua kami, namun serasa kami sudah sering bertemu dan sudah saling mengenal. Dea menarik lenganku dan mengajakku pergi entah ke mana. Sambil berlalu pergi kulirik ekspresi Adam yang melongo seperti orang kebingungan.

“Hey mau dibawa ke mana saya!?”, bentakku sambil mencoba melepaskan tanganku yang ditarik-tariknya dari tadi. Gadis ini cengkeramannya kuat juga. Aku bisa saja melepaskan diri, tapi biarlah aku ingin tahu ke mana gadis ini akan membawaku.
“Nanti kamu juga akan tau!”, sahutnya.

Kami sudah berjalan sekitar 30 langkah jauhnya dari klub Shogi Awaluddin. Namun kami masih terus berjalan entah ke mana. Lampu merah demi lampu merah kami lewati. Trotoar demi trotoar kami jalani.

Akhirnya kami berhenti di depan sebuah bangunan tua. Di hadapan kami berdiri sebuah pintu tua yang gagangnya sudah berkarat. Dea membuka pintu itu dengan mantab, dan mempersilahkan aku masuk duluan.

“Silahkan masuk….”
“Baiklah!!”

Setelah masuk kusempatkan mataku untuk menyapu pandang setiap sisi di ruangan asing yang baru saja kumasuki itu. Kulihat atap gedung ini banyak sekali sawang-sawangnya. Lantainya juga hanya terbuat dari traso. Sementara dindingnya sudah kusam catnya. Belum lagi karena bangunan ini tidak tertembus sinar matahari dan lampu penerangan di dalamnya sudah memudar, membuat suasanan di ruangan ini seperti di film horror.

“Kenapa tidak terawat sekali ruangan ini?”, tanyaku pada Dea.
“Jangan banyak tanya! Kita sudah ditunggu dari tadi! Ikuti saja aku!”, jawab Dea setengah membentak.

Ditunggu? Siapa yang menungguku? Jangan-jangan istriku lagi. Daripada penasaran sendiri, lebih baik kuikuti saja gadis aneh itu. Nanti pasti aku juga akan tau.

Tidak ada komentar: